Bagi Anda seorang vegetarian, ataupun para ibu rumah tangga, label organik merupakan sebuah jaminan akan mutu serta kualitas buah-buahan dan sayur mayur. Terlebih negara kita tercinta ini memiliki hamparan luas permadani agrikultur, persawahan, perkebunan, dan hutan khas negara tropis, merupakan produsen sekaligus konsumen fanatik sayur-mayur dan buah-buahan. Namun apa jadinya apabila ternyata label organik bukan merupakan sebuah jaminan, hingga pada akhirnya keputusan ada pada masing-masing konsumen. Berikut 5 kontroversi bahan pangan organik:
1. Kadar Pestisida
Kadar residu pestisida ataupun agrokimia yang terdapat pada bahan makanan berlabel organik memang lebih rendah daripada yang tidak berlabel organik. Namun, label organik ini tidak menjamin bahwa bahan pangan tersebut bebas dari pestisida ataupun agrokimia.2. Rentan Akan Mikrobiologis
Tanaman organik memiliki kerentanan terhadap bakteri berbahaya seperti Salmonella, Escherichia coli O157, H7, dan Campylobacter.
3. Nilai Gizi
Belum ada penelitian ataupun bukti ilmiah konklusif yang menunjukan bahwa bahan organik lebih bergizi daripada bahan makanan anorganik. Karena kualitas gizi ditentukan oleh banyak faktor seperti kesegaran, kondisi penyimpanan, varietas tanaman, kondisi cuaca, tanah, pakan, dan cara pengolahan.4. Antioksidan dan Toksin
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahan pangan organik memiliki kandungan polifenol, suati zat antioksidan, yang lebih tinggi. Namun toksin dan alkaloid, glikoalkaloid, furanokumarin, dan mikotoksin seperti aflatoksin dan fumonisin juga berpotensi terdapat dalam kadar yang lebih tiggi.5. Kapitalisme dan Konsumerisme
Pada awalnya pertanian organik ini dibangun dengan tujuan meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani kecil serta distribusi lokal. Namun karena tingkat dan nilai penjualan dan konsumsi menjadi tinggi, akibatnya pertanian organik menjadi bisnis yang menarik bagi para pemilik modal (perusahaan), harga menjadi lebih mahal dan petani kecil kembali terjepit.(**)