Salah seorang warga, Imel, mengaku kesal dengan aktivitas para perokok yang tidak mempedulikan orang yang ada di sekelilingnya. “Seperti di angkot misalnya,” ujar perempuan yang selalu berangkat kerja menggunakan jasa angkutan umum itu.
Ia mengaku sangat setuju peraturan tentang merokok diberlakukan di Depok, namun juga sekaligus meragukan penerapannya kelak. “Nggak mudah soalnya mengatur sekian banyak orang,” katanya.
Pengguna jasa angkutan umum lainnya, Wahyuni, menyatakan hal serupa. “Jengkel banget kalau ada yang merokok di angkot. Tuh sopirnya aja merokok,” kata siswa SMP itu. Ia berpendapat, seharusnya ada sanksi berat bagi yang melanggar jika peraturan itu diterapkan nanti. “Kalau sanksinya cuma denda sepertinya gak mempan,” lanjutnya.
Hal senada diungkapkan Muhammad Reynhard saat menunggu kedatangan kereta di Stasiun Depok Baru. Sebagai orang yang tidak merokok, katanya, ia kerap mengaku terganggu saat harus berdekatan dengan perokok di tempat-tempat umum. “Mereka yang merokok, kita yang kena dampak buruknya,” katanya.
Seorang perokok, Rahmat, melihat wacana tersebut sebagai niat baik pemerintah untuk menertibkan warganya. Pria yang mengaku telah merokok sejak duduk di bangku SMP itu tidak keberatan jika aturan tersebut diberlakukan. “Merokok memang seharusnya tidak dilakukan di sembarang tempat,” katanya.
Yang terpenting, kata Rahmat, pemerintah harus bisa menyediakan fasilitas yang cukup bagi para perokok. “Area merokok harus mudah dijangkau. Kalau harus nyari-nyari dulu kan malas jadinya,” ujar pria yang bekerja sebagai petugas kebersihan di daerah Menteng itu.
Anggota Komisi C DPRD Enthy Sukarti mengatakan belum tahu rencana lebih lanjut mengenai perda tersebut. Ia meminta waktu untuk mengkonfirmasikan wacana tersebut kepada Dewan. (republika)